Assalamu Alaikum Wr. Wb.
DIMENSI POLITIK HUKUM
DALAM MENSYAR’IKAN UNDANG-UNDANG DI INDONESIA

A.    PENDAHULUAN
Dimensi ilmu hukum hakikatnya amat luas. Diibaratkan sebuah ‘pohon”, hukum adalah sebuah pohon besar dan rindang yang terdiri akar, daun, ranting, dahan, batang dan buah. Karena begitu lebatnya hukum tersebut dapat dikaji perspektif asasnya, sumbernya, pembedaaannnya, penggolongannya, dan lain sebagainya. Apabila dikaji dari perspektif penggolongannya hukum yang diklasifikasian berdasarkan sumbernya, bentuknya, isinya, tempat berlakunya, masa berlakunya, cara mempertahankannya, sifatnya dan berdasarkan wujudnya.
Dikaji dari perspektif pembagian hukum berdasarkan isimya maka dikenal klasifikasi hukum publik dan hukum privat. Lebih lanjut, menurut ketentuan doktrin ketentuan  hukum publik merupakan yang mengatur ketentuan kepentingan umum (algemene blangen) sedangkan ketentuan hukum privat mengatur kepentingan perorangan (bezondere belangen). Ditinjau dari aspek fungsinya maka salah ruang lingkup hukum publik  adalah hukum pidana yang secara esensial dapat dibagi menjadi hukum pidana materiil (matereel strafrecht) dan hukum pidana formal (formeel strafrecht) sedangkan hukum privat dibagi menjadi dua menjadi hukum perdata formil dan hukum perdata materiil.
Lord Radcliffe, dalam “The Law and Its Compass” (1961) mengatakan:
“you will not mistake my meaning or suppose that I depreciate one
of the great humane studies of I say that we cannot learn law by
learning law. If it is to be anything more that just a technique it is to
be so much more than it self : a part of history, a part of economics
and sociology, a part of ethicks and a philosophy of life.”

Jadi ilmu hukum itu bagian dari sejarah, bagian dari ekonomi dan sosiologi, bagian dari etika dan falsafah hidup bangsa. Erman Rajagukguk berpendapat bagi Indonesia tidak mungkin diciptakan atau disusun satu ilmu hukum Indonesia yang uniform karena alasan sejarah, pluralisme masyarakat. Indonesia dan Indonesia bagian dari masyarakat global.[1]
Negara Indonesia merupakan negara dengan penduduk 80 % lebih beragama Islam dan merupakan salah satu negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, sehingga wajar kalau negara ikut campur dan memiliki berbagai kepentingan untuk mengatur hajat hidup penduduk muslim, ternyata upaya tersebut tidak mudah mengingat Indonesia merupakan negara dengan penduduk heterogen dengan berbagai macam budaya dan bekas jajahan Belanda yang turut andil dalam menghambat pengembangan Hukum Islam di Indonesia.
Syariat Islam atau hukum Islam adalah hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat manusia, baik Muslim mahupun bukan Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, Syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebahagian penganut Islam, Syariat Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini.[2]
Hukum diperlukan untuk menata sebuah pemerintahan yang bersih, dan sebaliknya pemerintahan yang bersih merupakan pemerintahan yang menegakan supermasi hukum sebagai pedoman dalam menjalankan amanat dan kehendak rakyat yang berlangsung secara konstitusional. Oleh sebab hukum harus sejalan dengan kondisi sosial budaya dan ekonomi rakyat dalam negara tersebut sehingga disinilah negara berkepentingan dalam menerapkan hukum dengan mempertingkan juga kaum minoritas tanpa membeda-bedakan SARA, akan tetapi negara harus memperhatikan kaum muslimin yang merupakan pendudukt erbesar di Indonesia.
 Hal serupa yang terjadi dan perlu dicermati adalah berkembangnya masyarakat dan dinamikanya menuntut adanya reformasi di segala bidang, terutama pada bidang pelayanan public oleh para birokrat yang merupakan pokok dari upaya memajukan pembangunan bangsa dan negara Indonesia. Pemerintah sebagai pelaksana Undang-undang harus mampu menjalankan amanah konstitusi demi menciptakan perubahan yang positif dalam pembangunan.
B. Perumusan Masalah
            Negara Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam akan tetapi dalam menerapkan Hukum Islam tidak bisa dijalankan sepenuhnya dan banyak aral melintang yang menjadi hambatan terbentuknya Hukum Islam di Indonesia. Peran ekesekutif, legislatif dan yudikatif sangat diperlukan untuk pembentukan dan menerapkan Hukum Islam di Indonesia walaupun tidak secara kaffah (menyeluruh) minimal hukum Islam diterapkan secara bertahap dengan tahapan-tahapan rasional terhadap umat Islam di Indonesia. Undang-Undang yang mana merupakan landasan awal dan dasar dalam pembentukan dan dasar hukum Islam tidaklah mudah dalam pembentukannya di Indonesia sebagai contoh pembentukan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peadilan Agama tidaklah mudah terbentuk banyak pihak yang berusaha menggagalkan terbentuknya Undang-Undang tersebut dengan alasan dan berbagai kepentingan. Dari berbagai macam masalah diatas beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini :
1.      Bagaimana dimensi politik hukum dalam pembentukan Hukum Islam?
2.      Bagaimana upaya mensyari’kan Undang-Undang di Indonesia?




C. Politik Hukum Dalam Pembentukan Hukum Islam.
            LJ. van Appeldoorn dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum menyebut dengan istilah politik perundang-undangan.[3] Pengertian yang demikian dapat dimengerti mengingat bahwa di Belanda hukum dianggap identik dengan undang-undang; hukum kebiasaan tidak tertulis diakui juga akan tetapi hanya apabila diakui oleh Undang-undang.[4] Politik hukum juga dikonsepsi sebagai kebijaksanaan negara untuk menerapkan hukum.[5]
Teuku Muhammad Radhie mengkonsepsi politik hukum sebagai pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di wilayah suatu Negara dan mengenai arah kemana hukum hendak dikembangkan.[6] Konsepsi lain tentang politik hukum dikemukakan oleh Abdul Hakim Garuda Nusantara yang menyatakan bahwa politik hukum sama dengan politik pembangunan hukum.[7] Pendapat Abdul Hakim Garuda Nusantara berikutnya diikuti oleh Moh. Mahfud MD yang menyebutkan bahwa politik hukum adalah legal policy yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh Pemerintah Indonesia. Legal policy ini terdiri dari: pertama, pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaruan terhadap materi-materi hukum agar dapat sesuai dengan kebutuhan.
D. Upaya Mensyar’ikan Undang-Undang di Indonesia
Pensyar’ian peraturan perundang-undangan sesungguhnya bukan hal baru dalam percaturan politik hukum di Indonesia. Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 memberi peluang untuk melakukan itu. Hanya, upaya pensyar’ian itu tidak segampang yang dibayangkan orang.[8]










[1] Erman Rajagukguk,  ILMU HUKUM INDONESIA: PLURALISME : Disampaikan pada Diskusi Panel dalam rangka Dies Natalis IAIN Sunan Gunung Djati, Bandungke-37, 2 April 2005
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Islam
[3] LJ. van Appeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum (terjemahan Supomo), (Jakarta: Pradnya Paramitha), cet. Ke-18, 1981, hlm. 390.
[4] A.S.S. Tambunan, Politik Hukum Berdasarkan UUD 1945, (Jakarta: Puporis Publishers, 2002), hlm. 9.
[5] David Kairsy (ed). The Politics of Law, A Progressive Critique, (New York: Pantheon Books,1990), hlm. xi.
[6] Teuku Muhammad Radhie dalam majalah PRISMA, no. 6 tahun keI-II, Desember 1973,hlm. 4.
[7] A.S.S. Tambunan, Ibid. Lihat referensi aslinya Abdul Hakim Garuda Nusantara, PolitikHukum Indonesia, (Jakarta: YLBHI, 1988).
[8] Mukhtar Zamzami, Jalan Berliku Mensyar’ikan Undang-Undang, Badilag.net, Senin, 24 Januari 2011 10:39

0 comments:

Post a Comment